Bulan Rajab adalah bulan ke tujuh dari bulan hijriah (penanggalan Arab dan Islam). Peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad shalallah ‘alaih wasallam untuk menerima perintah salat lima waktu diyakini terjadi pada 27 Rajab ini.
Bulan Rajab juga merupakan salah satu bulan haram atau muharram yang artinya bulan yang dimuliakan. Dalam tradisi Islam dikenal ada empat bulan haram, ketiganya secara berurutan adalah: Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan satu bulan yang tersendiri, Rajab.
Dinamakan bulan haram karena pada bulan-bulan tersebut orang Islam dilarang mengadakan peperangan. Tentang bulan-bulan ini, Al-Qur’an menjelaskan:
“ Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan,
dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di
antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang
lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat
itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun
memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa.”
Hukum Puasa Rajab
Ditulis oleh al-Syaukani, dalam Nailul Authar,
bahwa Ibnu Subki meriwayatkan dari Muhammad bin Manshur al-Sam'ani yang
mengatakan bahwa tak ada hadis yang kuat yang menunjukkan kesunahan
puasa Rajab secara khusus. Disebutkan juga bahwa Ibnu Umar memakruhkan
puasa Rajab, sebagaimana Abu Bakar al-Tarthusi yang mengatakan bahwa
puasa Rajab adalah makruh, karena tidak ada dalil yang kuat.
Namun demikian, sesuai pendapat al-Syaukani, bila semua hadis yang
secara khusus menunjukkan keutamaan bulan Rajab dan disunahkan puasa di
dalamnya kurang kuat dijadikan landasan, maka hadis-hadis Nabi yang
menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan- bulan haram
(Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab itu cukup menjadi hujjah
atau landasan. Di samping itu, karena juga tidak ada dalil yang kuat
yang memakruhkan puasa di bulan Rajab.
Diriwayatkan
dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda "Puasalah pada
bulan-bulan haram (mulia)." (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Hadis lainnya adalah riwayat al-Nasa'i dan Abu Dawud (dan disahihkan
oleh Ibnu Huzaimah): "Usamah berkata pada Nabi Muhammad Saw, “Wahai
Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak
yang Rasul lakukan dalam bulan Sya'ban. Rasul menjawab: 'Bulan Sya'ban
adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan
orang.'"
Menurut al-Syaukani dalam Nailul Authar,
dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi, "Bulan Sya'ban adalah bulan
antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang" itu secara
implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa
di dalamnya.
Keutamaan berpuasa pada bulan haram
juga diriwayatkan dalam hadis sahih imam Muslim. Bahkan berpuasa di
dalam bulan-bulan mulia ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang paling
utama setelah puasa Ramadan. Nabi bersabda : “Seutama-utama puasa
setelah Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-muharram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab).
Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah).
Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan
tiap minggu. Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali menyatakan bahwa
Rajab terkategori al-asyhur al-fadhilah di samping dzulhijjah, muharram dan sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurum di samping dzulqa’dah, dzul hijjah, dan muharram.
Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah bulan- bulan haram
yaitu dzulqa’dah, dzul hijjah, rajab dan muharram. Di antara keempat
bulan itu yang paling utama untuk puasa adalah bulan al-muharram,
kemudian Sya’ban. Namun menurut Syaikh Al-Rayani, bulan puasa yang utama
setelah al-Muharram adalah Rajab.
Terkait
hukum puasa dan ibadah pada Rajab, Imam Al-Nawawi menyatakan “Memang
benar tidak satupun ditemukan hadits shahih mengenai puasa Rajab, namun
telah jelas dan shahih riwayat bahwa Rasul saw menyukai puasa dan
memperbanyak ibadah di bulan haram, dan Rajab adalah salah satu dari bulan haram,
maka selama tak ada pelarangan khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab,
maka tak ada satu kekuatan untuk melarang puasa Rajab dan ibadah lainnya
di bulan Rajab” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim).
Berikut beberapa hadis yang menerangkan keutamaan dan kekhususan puasa bulan Rajab:
- · Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah shalallahu ‘alahi wassalam memasuki bulan Rajab beliau berdo’a:“Ya, Allah berkahilah kami di bulan Rajab (ini) dan (juga) Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin Malik).
- "Barang
siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari, maka laksana ia puasa
selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu
neraka Jahim, bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu
surga, dan bila puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya dengan
kebaikan."
- Riwayat
al-Thabarani dari Sa'id bin Rasyid: “Barangsiapa berpuasa sehari
di bulan Rajab, maka ia laksana berpuasa setahun, bila puasa 7
hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu neraka jahanam, bila
puasa 8 hari dibukakan untuknya 8 pintu surga, bila puasa 10 hari,
Allah akan mengabulkan semua permintaannya....."
- "Sesungguhnya
di surga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih
daripada susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa puasa
sehari pada bulan Rajab, maka ia akan dikaruniai minum dari sungai
tersebut".
- Riwayat
(secara mursal) Abul Fath dari al-Hasan, Nabi Muhammad Saw
bersabda: "Rajab itu bulannya Allah, Sya'ban bulanku, dan Ramadan
bulannya umatku."
- Sabda
Rasulullah SAW lagi : “Pada malam mi’raj, saya melihat sebuah
sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu
dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril
a.s.: “Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?”Maka berkata
Jibrilb a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang
membaca salawat untuk engkau di bulan Rajab ini”.
Mengamalkan Hadis Daif Rajab
Ditegaskan oleh Imam Suyuthi dalam kitab al-Haawi lil Fataawi bahwa hadis-hadis tentang keutamaan dan kekhususan puasa Rajab tersebut terkategori dha'if (lemah atau kurang kuat).
Namun
dalam tradisi Ahlussunnah wal Jama’ah sebagaimana biasa diamalkan para
ulama generasi salaf yang saleh telah bersepakat mengamalkan hadis dha’if dalam konteks fada’il al-a’mal (amal- amal utama).
Syaikhul Islam al-Imam al-Hafidz al- ‘Iraqi dalam al-Tabshirah wa al- tadzkirah mengatakan:
“Adapun hadis dha’if yang tidak maudhu’
(palsu), maka para ulama telah memperbolehkan mempermudah dalam sanad
dan periwayatannya tanpa menjelaskan kedha’ifannya, apabila hadis itu
tidak berkaitan dengan hukum dan akidah, akan tetapi berkaitan dengan targhib (motivasi ibadah) dan tarhib (peringatan) seperti nasehat, kisah-kisah, fadha’il al-a’mal dan lain- lain.” (http://www.pesantrenvirtual.com)
Rajab adalah bulan ke tujuh dari penggalan Islam qomariyah (hijriyah). Peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad shalallah ‘alaih wasallam untuk menerima perintah salat lima waktu terjadi pada 27 Rajab ini.
Bulan
Rajab juga merupakan salah satu bulan haram, artinya bulan yang
dimuliakan. Dalam tradisi Islam dikenal ada empat bulan haram,
ketiganya secara berurutan adalah: Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram,
dan satu bulan yang tersendiri, Rajab.
Dinamakan bulan haram
karena pada bulan-bulan tersebut orang Islam dilarang mengadakan
peperangan. Tentang bulan-bulan ini, Al-Qur’an menjelaskan:
“Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan
Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan
haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu
Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum
musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya,
dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
Hukum Puasa Rajab
Hadis-hadis
Nabi yang menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan- bulan
haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab) itu cukup menjadi
hujjah atau landasan mengenai keutamaan puasa di bulan Rajab.
Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda "Puasalah pada bulan-bulan haram."
(Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadis lainnya adalah
riwayat al-Nasa'i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah):
"Usamah berkata pada Nabi Muhammad Saw, “Wahai Rasulallah, saya tak
melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam
bulan Sya'ban. Rasul menjawab: 'Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.'"
Menurut as-Syaukani dalam Nailul Authar,
dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi, "Bulan Sya'ban adalah bulan
antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang" itu secara
implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa
di dalamnya.
Keutamaan berpuasa pada bulan haram juga
diriwayatkan dalam hadis sahih imam Muslim. Bahkan berpuasa di dalam
bulan-bulan mulia ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang paling utama
setelah puasa Ramadan. Nabi bersabda : “Seutama-utama puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-muharram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab).
Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumid-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah).
Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan
tiap minggu. Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali menyatakan bahwa
Rajab terkategori al-asyhur al-fadhilah di samping dzulhijjah,
muharram dan sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurum di
samping dzulqa’dah, dzul hijjah, dan muharram.
Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar,
bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah
bulan- bulan haram yaitu dzulqa’dah, dzul hijjah, rajab dan muharram.
Di antara keempat bulan itu yang paling utama untuk puasa adalah bulan
al-muharram, kemudian Sya’ban. Namun menurut Syaikh Al-Rayani, bulan
puasa yang utama setelah al-Muharram adalah Rajab.
Terkait hukum
puasa dan ibadah pada Rajab, Imam Al-Nawawi menyatakan, telah jelas dan
shahih riwayat bahwa Rasul SAW menyukai puasa dan memperbanyak ibadah di
bulan haram, dan Rajab adalah salah satu dari bulan haram, maka selama
tak ada pelarangan khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab, maka tak ada
satu kekuatan untuk melarang puasa Rajab dan ibadah lainnya di bulan
Rajab” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim).
Hadis Keutamaan Rajab
Berikut beberapa hadis yang menerangkan keutamaan dan kekhususan puasa bulan Rajab:
• Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah SAW memasuki bulan Rajab beliau berdo’a:“Ya, Allah berkahilah kami di bulan Rajab (ini) dan (juga) Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin Malik).
• "Barang
siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari, maka laksana ia puasa selama
sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu neraka
Jahim, bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu surga, dan bila
puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya dengan kebaikan."
• Riwayat al-Thabarani dari Sa'id bin Rasyid: “Barangsiapa
berpuasa sehari di bulan Rajab, maka ia laksana berpuasa setahun, bila
puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu neraka jahanam, bila
puasa 8 hari dibukakan untuknya 8 pintu surga, bila puasa 10 hari, Allah
akan mengabulkan semua permintaannya....."
• "Sesungguhnya
di surga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih
daripada susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa puasa
sehari pada bulan Rajab, maka ia akan dikaruniai minum dari sungai
tersebut".
• Riwayat (secara mursal) Abul Fath dari al-Hasan, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Rajab itu bulannya Allah, Sya'ban bulanku, dan Ramadan bulannya umatku."
• Sabda Rasulullah SAW lagi : “Pada
malam mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari
madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu
saya bertanya pada Jibril a.s.: “Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini
?”Maka berkata Jibrilb a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang
yang membaca salawat untuk engkau di bulan Rajab ini”. (http://www.nu.or.id)
Lagi trend saat ini, sebagian kita mengirimkan pesan kepada saudara
lainnya untuk mengajak berpuasa di bulan Rajab. Kita sudah ketahui
bersama bahwa bulan Rajab adalah di antara bulan haram, artinya
menunjukkan bulan yang mulia. Beramal sholih dan meninggalkan maksiat
diperintahkan ketika itu. Namun bagaimana jika kita menjadikan puasa
khusus yang hanya spesial di bulan Rajab? Apalagi ditambah dengan tidak
adanya dalil pendukung atau dalilnya lemah (dho’if) bahkan palsu (maudhu’)? Tulisan kali ini akan sedikit memaparkan perkataan para ulama mengenai anjuran puasa di bulan Rajab.
Ada dalil yang berisi anjuran berpuasa di bulan haram dan bulan Rajab adalah di antara bulan haram. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ
“Berpuasalah pada bulan haram dan tinggalkanlah.” (HR. Abu Daud no. 2428). Namun hadits ini didho’ifkan oleh Syaikh Al Albani dalam Dho’if Abu Daud.
Taruhlah jika hadits tersebut shahih, itu berarti hadits tersebut
menunjukkan keutamaan berpuasa pada bulan-bulan haram (Dzulqo’dah,
Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab), bukan berpuasa pada bulan Rajab saja.
Jika seseorang berpuasa pada bulan Rajab karena mengamalkan hadits di
atas, seharusnya ia berpuasa pula pada bulan haram yang lain, maka
seperti itu tidaklah masalah. Jika berpuasa khusus pada bulan Rajab
saja, itulah yang masalah. Demikian keterangan dari Syaikh Sholih Al
Munajjid dalam fatwa yang sama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if) bahkan palsu (maudhu’).
Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai
sandaran. Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah
hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta. Dalam musnad dan selainnya disebutkan hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam
bahwa beliau memerintahkan untuk berpuasa pada bulan haram, yaitu
Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Hadits ini menunjukkan puasa
pada empat bulan tersebut seluruhnya, bukan hanya khusus di bulan
Rajab.” (Majmu’ Al Fatawa, 25/290-291).
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Hadits yang menunjukkan keutamaan puasa Rajab secara khusus tidaklah shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
para sahabatnya.” (Latho’if Al Ma’arif, hal. 213). Ibnu Rajab
menjelaskan pula, “Sebagian salaf berpuasa pada bulan haram seluruhnya
(bukan hanya pada bulan Rajab saja, pen). Sebagaimana hal ini dilakukan
oleh Ibnu ‘Umar, Al Hasan Al Bashri, dan Abu Ishaq As Sabi’iy. Ats
Tsauri berkata, “Bulan haram sangat kusuka berpuasa di dalamnya.”
(Latho’if Al Ma’arif, hal. 214).
Ibnu Rajab kembali berkata, “Tidak dimakruhkan jika seseorang
berpuasa Rajab namun disertai dengan puasa sunnah pada bulan lainnya.
Demikian pendapat sebagian ulama Hambali. Seperti misalnya ia berpuasa
Rajab disertai pula dengan puasa pada bulan haram lainnya. Atau bisa
pula dia berpuasa Rajab disertai dengan puasa pada bulan Sya’ban.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa Ibnu ‘Umar dan ulama lainnya berpuasa
pada bulan haram (bukan hanya bulan Rajab saja). Ditegaskan pula oleh
Imam Ahmad bahwa siapa yang berpuasa penuh pada bulan Rajab, maka saja
ia telah melakukan puasa dahr yang terlarang (yaitu berpuasa setahun penuh).” (Latho’if Al Ma’arif, hal. 215).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Setiap hadits yang
membicarakan puasa Rajab dan shalat pada sebagian malam (seperti shalat
setelah Maghrib pada malam-malam pertama bulan Rajab, pen), itu
berdasarkan hadits dusta.” (Al Manar Al Munif, hal. 49).
Penulis Fiqh Sunnah, Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah berkata,
“Adapun puasa Rajab, maka ia tidak memiliki keutamaan dari bulan haram
yang lain. Tidak ada hadits shahih yang menyebutkan keutamaan puasa
Rajab secara khusus. Jika pun ada, maka hadits tersebut tidak bisa
dijadikan dalil pendukung.” (Fiqh Sunnah, 1: 401).
Sebagaimana dinukil oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah (1: 401),
Ibnu Hajar Al Asqolani berkata, “Tidak ada dalil yang menunjukkan
keutamaan puasa di bulan Rajab atau menjelaskan puasa tertentu di bulan
tersebut. Begitu pula tidak ada dalil yang menganjurkan shalat malam
secara khusus pada bulan Rajab. Artinya, tidak ada dalil shahih yang
bisa jadi pendukung.”
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah
berkata, “Puasa pada hari ke-27 dari bulan Rajab dan qiyamul lail
(shalat malam) pada malam tersebut serta menjadikannya sebagai suatu
kekhususan pada hari itu, hal ini berarti bid’ah. Dan setiap bid’ah
adalah sesat.” (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 20: 440).
Syaikh Sholih Al Munajjid
hafizhohullah berkata, “Adapun
mengkhususkan puasa pada bulan Rajab, maka tidak ada hadits shahih yang
menunjukkan keutamaannya atau menunjukkan anjuran puasa saat bulan
Rajab. Yang dikerjakan oleh sebagian orang dengan mengkhususkan sebagian
hari di bulan Rajab untuk puasa dengan keyakinan bahwa puasa saat itu
memiliki keutamaan dari yang lainnya, maka tidak ada dalil yang
mendukung hal tersebut.” (
Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 75394)
Jika ingin puasa di bulan Rajab karena ada kebiasaan seperti punya
kebiasaan puasa daud, puasa senin kamis, puasa ayyamul bidh atau puasa
tiga hari setiap bulannya, ini berarti tidak mengkhususkan bulan Rajab
dengan puasa tertentu dan tidaklah masalah meneruskan kebiasaan baik
seperti ini.
Ingatlah sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, janganlah membuat-buat amalan yang tanpa tuntunan.(http://rumaysho.com)